“sonic/panic Vol. 3” Darurat Lingkungan Di Mata Para Musisi Peduli

Ki-Ka; Ugoran Prasad (Majelis Lidah Berduri), Cholil Mahmud (Efek Rumah Kaca), Robi (Navicula), Fathia Izzati (Reality Club), Usman Hamid (Usman and The Blackstones(, Kunto Aji dan Ardy Siji (Rock in Celebes)

 

Jakarta, DJC – Disadari atau bahkan banyak yang tak menyadari, kondisi lingkungan semakin tidak baik-baik saja. Tergerus tehnologi, terintimidasi industri dan yang paling mengkhawatirkan keseimbangan lingkunagn semakin terancam oleh keserakahan manusia itu sendiri. Faktanya, Indonesia merupakan salah satu penghasil emisi gas rumah kaca terbesar di dunia, meskipun memiliki potensi besar dalam pengembangan energi terbarukan. Namun, ketergantungan pada batu bara masih tinggi, dengan produksi mencapai rekor pada 2024.

Di sisi lain, meskipun kehilangan hutan primer secara nasional menurun dalam beberapa tahun terakhir, tekanan deforestasi tetap tinggi di wilayah tertentu seperti Papua. Ekspansi perkebunan kelapa sawit, tanaman industri, dan proyek food estate di kawasan ini tidak hanya memperparah emisi karbon dan merusak ekosistem, tetapi juga menggusur masyarakat adat dari wilayah mereka. Sementara itu, di Sulawesi dan Maluku Utara, pertambangan nikel menimbulkan kerusakan lingkungan signifikan dan meningkatkan emisi dari energi berbasis batu bara yang digunakan dalam proses pemurnian.

Keresahan akan kondisi di atas, dirasakan oleh para musisi tanah air yang tergabung di Alarm Records. Sebuah label yang mewadahi kepedulian musisi akan darurat lingkungan. Label ini-pun akhirnya merilis Album “sonic/panic” yang pada tahun 2025 ini adalah volume yang ke-3. Sebelumnya telah dirilis pada tahun 2023 (vol. 1) dan 2024 (vol. 2). Selama 3 tahun terkahir, musisi yang tergabung di label ini secara kontinyu merilis album yang menyuarakan akan kepedulian pada lingkungan yang lebih baik. Pada “sonic/panic Vol. 3” menghadirkan 15 lagu dari 15 musisi lintas genre di Indonesia.  

Cerita dari Molo, by Marlinda Nau, Randiano Tamelan, dan Wilibrodus Oematan

Album ini bukan hanya sebuah karya musik, melainkan sebuah alarm kolektif untuk menghadapi krisis iklim yang semakin nyata dan mendorong kebijakan lingkungan yang kerap tak berpihak pada bumi. Mereka yang ikut peduli antara lain; Ave the Artist, Bunyi Waktu Luang, Chicco Jerikho, Egi Virgiawan, Kunto Aji, Majelis Lidah Berduri, Manja, Peach, Reality Club, Scaller, Sukatani, Teddy Adhitya, The Brandals, The Melting Minds, dan Usman and The Blackstones.

Peluncuran album ini diadakan di Georgetown SFS Asia Pacific, Jakarta (02/10/25), dengan dimulai pelepasan 2 lagu terlebih dahulu, yaitu dari musisi pop-folk, Kunto Aji berjudul ‘Manusia Terakhir di Bumi’, dan lagu karya duo punk, Sukatani yang bertajuk ‘Kebangkitan’. Rencananya Alarm Records akan merilis keseluruahn lagu yang terbagung di “sonic/panic Vol. 3” secara digital, dengan melepas secara bertahap 2 single setiap minggunya.

Ada cerita menarik dari keterlibatan para musisi di atas di album “sonic/panic Vol. 3” ini. Album ini lahir dari diselengarakannya rangkaian lokakarya IKLIM (The Indonesian Climate Communications, Arts & Music Lab) yang digelar di Ubud, Bali, pada bulan Juni lalu. Dimana para musisi yang terlibat mendalami isu iklim, mengeksplorasi keterkaitannya dengan kehidupan sehari-hari, dan menerjemahkannya ke dalam karya musik.

Reality Club

Saat diadakan jumpa pers perilisan album ini, di depan awak media yang hadir, Fathia Izzati, vokalis Reality Club, menceritakan pengalamannya mengikuti lokakarya IKLIM sekaligus proses kreatif di balik lagu yang mereka tulis. “Awalnya kami pikir lokakarya di Ubud ini bakal santai, ternyata materinya berat banget sampai bikin kami merasa dunia sebentar lagi hancur. Tapi justru dari proses itulah kami dapat banyak insight, arahan, dan guidebook yang komprehensif untuk tahu langkah selanjutnya. Saat menulis lagu tentang iklim, energinya juga berbeda, lebih emosional dan penuh amarah dibanding lagu cinta biasanya. Aku juga nggak sabar, kalau boleh bawain lagu ini bukan hanya di IKLIM Fest, tapi juga di panggung-panggung Reality Club lainnya.”

Seputar lagu terbarunya di atas, Kunto Aji mengungkapkan, “Kesadaran bahwa hidup kita di dunia ini hanya sementara membuat saya berpikir, apa yang sebenarnya ingin kita tinggalkan untuk anak cucu? Ada rasa sedih melihat kerusakan yang sudah terjadi, tapi juga ada harapan ketika membayangkan optimisme mereka. Momentum ini mendorong saya untuk menulis sesuatu yang lebih serius.”

Sedangkan menurut Usman Hamid, vokalis Usman and The Blackstones, menambahkan: “Setelah bertahun-tahun terlibat dalam advokasi tradisional, demonstrasi, menulis opini, hingga bertemu pejabat, saya melihat cara-cara itu sering menemui kebuntuan. Kata-kata dan data tidak selalu mampu menggugah mereka yang memegang kekuasaan. Musik bisa jadi jalan baru, karena ia tidak hanya bicara soal estetika, tapi juga membawa emotional persuasion yang kuat.”

Yang menarik, gerakan ini ternyata di sambut lebih luas lagi. Setelah tahun-tahun sebelumnya dirayakan di Bali, peluncuran album kompilasi ini akan dirayakan di Makassar di festival musik tahunan terbesar di Indonesia timur, “Rock in Celebes” pada 1–2 November 2025 mendatang. “Rock in Celebes” akan berkolaborasi dengan IKLIM Fest untuk menghadirkan festival musik yang lebih berkelanjutan, ramah lingkungan, dan sadar iklim.

Usman and The Blackstones

Ardy Siji, founder sekaligus promotor “Rock in Celebes” mengatakan: “Selama 16 tahun perjalanan Rock In Celebes, kami selalu bermimpi agar festival ini bisa menjadi lebih dari sekadar konser musik. Festival adalah ruang yang punya pengaruh besar, bukan hanya untuk menampilkan karya, tapi juga untuk menyuarakan perubahan. Karena itu, berkolaborasi dengan IKLIM tahun ini terasa sangat tepat, kami ingin menjadikan Rock In Celebes sebagai festival yang lebih berkelanjutan dan mengajak audiens untuk ikut peduli pada masa depan bersama.”

Hal yang istimewa, Gerakan ini tidak hanya peluncuran karya musik peduli saja, sebagai bagian dari rangkaian peluncuran album, juga diadakan Climate Training Workshop, yang masih berlokasi di Georgetown SFS Asia Pacific. Workshop untuk para jurnalis tentang darurat lingkungan berlangsung selama 2 hari, dari tanggal 1 – 2 Oktober dengan menghadirkan berbagai tema menarik seputar kepedulian dan kondisi lingkungan di sekitar kita. Rangkaian acara ini di akhiri dengan peluncuran “sonic/panic Vol. 3” dan ditutup dengan penampilan Reality Club dan Usman and The Blackstones.

Sebagai bagian dari kampanye global Music Declares Emergency yang dikenal dengan slogan “No Music on A Dead Planet”, album “sonic/panic Vol. 3” menegaskan kembali keyakinan bahwa musik memiliki kekuatan untuk menyuarakan urgensi krisis iklim secara kreatif, inklusif, dan menggugah. (sTr)

 

 

Diberdayakan oleh Blogger.