MALIQ & D’Essentials Rilis Album Kesembilan “Can Machines Fall In Love?

MALIQ & D’Essentials (ISTIMEWA) 

 Jakarta, DJC – Setelah lebih dari 2 dekade berkarya, MALIQ & D’Essentials merupakan band yang bisa membuktikan bisa mempertahakan eksistensinya ditengah gempuran pendatang baru. Band asal Jakarta ini merupakan band yang memiliki jadwal panggung yang termasuk padat, akan tetapi band berawak Angga Puradiredja (vokal), Indah (vokal), Ilman (kibor dan piano), Jawa (bas), Lale (gitar), dan Widi (drum) ini sempat lama vakum merilis album sejak dirilisnya “Senandung Senandika” (2017). Akan tetapi setelah 7 tahun lamanya, band fenomenal ini akhirnya merilis albumnya yang ke-9 bertajuk Can Machines Fall In Love?”.

“Setelah bersama lebih dari 20 tahun dengan membawa suasana pop penuh harmoni dan cerita-cerita full of love, hope, and joy. And keepin’ us in the groovy emotion is blessing. This is what we feel about this album,” Ungkap Indah mengenai album terbaru mereka tersebut.

          Perilisan album ini merupakan kelanjutan suksesnya 2 single yang telah mereka rilis sebelumnya “Aduh” (2023) dan "Kita Bikin Romantis" (2024). Dimana 2 single ini seperti menjadi pembuka manis untuk album terbarunya tersebut. Album ini berisi 7 track, "Intro", "Dadidu di Dada", "Terus Terang", "Begini Begitu", "Hari Terakhir", dan tentunya berisi juga 2 single diatas yang sudah mereka rilis sebelumnya.

          “Kami enggak terlalu mikir sebenarnya dari sisi lirik album ini akan jatuh cinta, apakah akan sedih-sedihan. Kami on the spot aja semuanya, apa yang relevan di anak-anak. Hampir semua lirik itu enggak ada yang datang mentahan. Pasti semua anak-anak relate sama penulisannya. Kalau dari sisi aransemen mengacu album 1-4. Kira-kira begini jenis musik MALIQ,” Ungkap Widi melalui siaran pers-nya.

          Yang menarik pilihan title album ini memiliki alasan tertentu. Hal ini merespon wujud dari pengalaman MALIQ pribadi selama mengerjakan album di tengah kecanggihan teknologi, salah satunya pengaruh AI (Artificial Intelligence) yang bisa mempengaruhi kreativitas, cara bekerja, dan cara berproduksi.

“Kami tidak membenci teknologi, namun menganggap perasaan masih suatu hal yang terkuat untuk sampai ke pendengar dan kami belum merasakan teknologi bisa menggantikannya,” Tutup Widi. (sTr)
Diberdayakan oleh Blogger.